Kamis, 10 November 2011

MOBILITAS SOSIAL MASYARAKAT DESA DAN KOTA

A.    Pengertian Mobilitas Sosial
1.      Paul B. Horton
Mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya.
2.      Kimball Young dan Raymond W. Mack
Mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yakni pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.


Dalam dunia modern, banyak orang berupaya melakukan mobilitas sosial. Mereka yakin bahwa hal tersebut akan membuat orang menjadi lebih bahagia dan memungkinkan mereka melakukan jenis pekerjaan yang peling cocok bagi diri mereka. Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial berbeda. Mereka tetap dapat merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Bila tingkat mobilitas sosial rendah, tentu saja kebanyakan orang akan terkukung dalam status nenek moyang mereka. Mereka hidup dalam kelas sosial tertutup.
Mobilitas sosial lebih mudah terjadi pada masyarakat terbuka karena lebih memungkinkan untuk berpindah strata. Sebaliknya, pada masyarakat yang sifatnya tertutup kemungkinan untuk pindah strata lebih sulit. Contohnya, masyarakat feodal atau pada masyarakat yang menganut sistem kasta. Pada masyarakat yang menganut sistem kasta, bila seseorang lahir dari kasta yang paling rendah untuk selamanya ia tetap berada pada kasta yang rendah. Dia tidak mungkin dapat pindah ke kasta yang lebih tinggi, meskipun ia memiliki kemampuan atau keahlian. Karena yang menjadi kriteria stratifikasi adalah keturunan. Dengan demikian, tidak terjadi gerak sosial dari strata satu ke strata lain yang lebih tinggi.
Jika kta berbicara tentang mobilitas sosial, biasanya kita berpikir tentang perpindahan dari suatu tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Sesungguhnya, mobilitas sosial dapat berlangsung dalam dua arah. Sebagian orang mencapai status yang lebih tinggi, dan sebagian orang lagi mengalami kegagalan atau mengalami mobilitas sosial menurun. Ada pula orang-orang yang tetap tinggal pada status yang dimiliki oleh orang tua mereka, atau tidak mengalami mobilitas.

B.     Bentuk Mobilitas Sosial
1.      Mobilitas sosial horizontal
Mobilitas sosial horizontal merupakan peralihan individu atau obyek-obyek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Dalam mobilitas sosial ini, tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang dalam mobilitas sosialnya.
Misalnya, Pak Amir seorang warga negara Amerika Serikat, mengganti kewarganegaraannya dengan kewarganegaraan Indonesia, dalam hal ini mobilitas sosial Pak Amir disebut dengan Mobilitas sosial horizontal karena gerak sosial yang dilakukan Pak Amir tidak mengubah status sosialnya

2.      Mobilitas sosial vertikal
Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, mobilitas sosial vertikal dapat dibagi menjadi dua, mobilitas vertikal ke atas (social climbing) dan mobilitas sosial vertikal ke bawah (social sinking).
a.       Mobilitas sosial vertical ke atas mempunyai dua bentuk yang utama, yaitu:
1)      Masuk ke dalam kedudukan yang lebih tinggi, hal ini ditandai dengan masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi yang ada. Contoh: A adalah seorang guru sejarah di salah satu SMA. Karena memenuhi persyaratan, ia diangkat menjadi kepala sekolah.
2)      Membentuk kelompok baru. Pada bentuk ini terjadi pembentukan suatu kelompok baru yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi daripada kedudukan individu pembentuk kelompok tersebut. Contoh: Pembentukan organisasi baru memungkinkan seseorang untuk menjadi ketua dari organisasi baru tersebut, sehingga status sosialnya naik.
b.      Mobilitas sosial vertikal ke atas mempunyai dua bentuk yang utama, yaitu:
1)      Turunnya kedudukan. Pada bentuk ini, kedudukan individu turun ke kedudukan yang derajatnya lebih rendah. Contoh: seorang prajurit dipecat karena melakukan tidakan pelanggaran berat ketika melaksanakan tugasnya.
2)      Turunnya derajat kelompok. Pada bentuk ini, derajat sekelompok individu dan kelompok merupakan satu kesatuan. Contoh: Juventus terdegradasi ke seri B. akibatnya, status sosial tim pun turun.

3.      Mobilitas antargenerasi, intragenerasi dan gerak social geografis
a.       Mobilitas antargenerasi
Mobilitas antargenerasi secara umum berarti mobilitas dua generasi atau lebih, misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas ini ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun dalam suatu generasi. Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan status sosial suatu generasi ke generasi lainnya.
Contoh: Pak Parjo adalah seorang tukang becak. Ia hanya menamatkan pendidikannya hingga sekolah dasar, tetapi ia berhasil mendidik anaknya menjadi seorang pengacara. Contoh ini menunjukkan telah terjadi mobilitas vertikal antargenerasi.
b.      Mobilitas intragenerasi
Mobilitas sosial intragenerasi adalah mobilitas yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang dalam satu generasi.
Contoh: Pak Darjo awalnya adalah seorang buruh. Namun, karena ketekunannya dalam bekerja dan mungkin juga keberuntungan, ia kemudian memiliki unit usaha sendiri yang akhirnya semakin besar. Contoh lain, Pak Bagyo memiliki dua orang anak, yang pertama bernama Endra bekerja sebagai tukang becak, dan Anak ke-2, bernama Ricky, yang pada awalnya juga sebagai tukang becak. Namun, Ricky lebih beruntung daripada kakaknya, karena ia dapat mengubah statusnya dari tukang becak menjadi seorang pengusaha. Sementara Endra tetap menjadi tukang becak. Perbedaan status sosial antara Endra dengan adiknya ini juga dapat disebut sebagai mobilitas intragenerasi.
c.       Gerak sosial geografis
Gerak sosial ini adalah perpindahan individu atau kelompok dari satu daerah ke daerah lain seperti transmigrasiurbanisasi, dan migrasi.

C.     Faktor yang Memengaruhi Mobilitas Sosial
1.      Faktor pendorong mobilitas sosial
a.       Perubahan kondisi sosial
Struktur kasta dan kelas dapat berubah dengan sendirinya karena adanya perubahan dari dalam dan dari luar masyarakat. Misalnya, kemajuan teknologi membuka kemungkinan timbulnya mobilitas ke atas. Perubahan ideologi dapat menimbilkan stratifikasi baru.
b.      Ekspansi teritorial dan gerak populasi
Ekspansi teritorial dan perpindahan penduduk yang cepat membuktikan cirti fleksibilitas struktur stratifikasi dan mobilitas sosial. Misalnya, perkembangan kota, transmigrasi, bertambah dan berkurangnya penduduk.
c.       Komunikasi yang bebas
Situasi-situasi yang membatasi komunikasi antarstrata yang beraneka ragam memperkokoh garis pembatas di antara strata yang ada dalam pertukaran pengetahuan dan pengalaman di antara mereka dan akan mengahalangi mobilitas sosial. Sebaliknya, pendidikan dan komunikasi yang bebas sertea efektif akan memudarkan semua batas garis dari strata sosial uang ada dan merangsang mobilitas sekaligus menerobos rintangan yang menghadang.
d.      Pembagian kerja
Besarnya kemungkinan bagi terjadinya mobilitas dipengaruhi oleh tingkat pembagian kerja yang ada. Jika tingkat pembagian kerja tinggi dan sangat dispeliasisasikan, maka mobilitas akan menjadi lemah dan menyulitkan orang bergerak dari satu strata ke strata yang lain karena spesialisasi pekerjaan nmenuntut keterampilan khusus. Kondisi ini memacu anggota masyarakatnya untuk lebih kuat berusaha agar dapat menempati status tersebut.
e.       Tingkat Fertilitas (Kelahiran) yang Berbeda
Kelompok masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan rendah cenderung memiliki tingkat fertilitas yang tinggi. Pada pihak lain, masyarakat kelas sosial yang lebih tinggi cenderung membatasi tingkat reproduksi dan angka kelahiran. Pada saat itu, orang-orang dari tingkat ekonomi dan pendidikan yang lebih rendah mempunyai kesempatan untuk banyak bereproduksi dan memperbaiki kualitas keturunan. Dalam situasi itu, mobilitas sosial dapat terjadi.
f.       Kemudahan dalam akses pendidikan
Jika pendidikan berkualitas mudah didapat, tentu mempermudah orang untuk melakukan pergerakan/mobilitas dengan berbekal ilmu yang diperoleh saat menjadi peserta didik. Sebaliknya, kesulitan dalam mengakses pendidikan yang bermutu, menjadikan orang yang tak menjalani pendidikan yang bagus, kesulitan untuk mengubah status, akibat dari kurangnya pengetahuan.

2.      Faktor penghambat mobilitas sosial
a.       Perbedaan rasial dan agama
Mobilitas sosial dapat terhambat karena faktor ras dan agama. Perbedaan ras menimbulkan perbedaan status sosial.
Misalnya seperti yang terjadi di Afrika Selatan di masa lalu, dimana ras berkulit putih berkuasa dan tidak memberi kesempatan kepada mereka yang berkulit hitam untuk dapat duduk bersama-sama di pemerintahan sebagai penguasa. Sistem ini disebut Apharteid dan dianggap berakhir ketika Nelson Mandela, seorang kulit hitam, terpilih menjadi presiden Afrika Selatan
b.      Diskriminasi kelas dalam sistem kelas terbuka
Diskriminasi kelas dalam sistem kelas terbuka dapat menghalangi mobilitas ke atas. Hal itu terbukti dengan adanya pembatasan keanggotaan suatu organisasi tertentudengan berbagai syarat dan ketentuan, misalnya jumlah anggota DPR dibatasi hanya 500 orang.
c.       Kemiskinan
Kemiskinan dapat membatasi kesempatan bagi seseorang untuk berkembang dan mencapai suatu sosial tertentu.
Contoh: "A" memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya karena kedua orangtuanya tidak bisa membiayai, sehingga ia tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan status sosialnya.
d.      Perbedaan jenis kelamin (gender) dalam masyarakat
Perbedaan jenis kelamin dalam masyarakat juga berpengaruh terhadap prestasi, kekuasaan, status sosial, dan kesempatan-kesempatan untuk meningkatkan status sosialnya.
Contoh: wanita yang hidup di desa yang masih sederhana merasa bahwa perannya hanyalah sebagai ibu rumah tangga. Hal ini dipengaruhi oleh pandangan yang umum ada pada masyarakatnya.

D.    Cara Melakukan Mobilitas Sosial dan Salurannya
1.      Cara mobilitas sosial
a.       Perubahan standar hidup
Kenaikan penghasilan tidak menaikan status secara otomatis, melainkan akan mereflesikan suatu standar hidup yang lebih tinggi. Ini akan memengaruhi peningkatan status.
Contoh: Seorang pegawai rendahan, karena keberhasilan dan prestasinya diberikan kenaikan pangkat menjadi Menejer, sehingga tingkat pendapatannya naik. Status sosialnya di masyarakat tidak dapat dikatakan naik apabila ia tidak mengubah standar hidupnya, misalnya jika dia memutuskan untuk tetap hidup sederhana seperti ketika ia menjadi pegawai rendahan.
b.      Pernikahan
Untuk meningkatkan status sosial yang lebih tinggi dapat dilakukan melalui pernikahan.
Contoh: Seseorang wanita yang berasal dari keluarga sangat sederhana menikah dengan laki-laki dari keluarga kaya dan terpandang di masyarakatnya. Perkawinan ini dapat menaikan status si wanita tersebut.
c.       Perubahan tempat tinggal
Untuk meningkatkan status sosial, seseorang dapat berpindah tempat tinggal dari tempat tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru. Atau dengan cara merekonstruksi tempat tinggalnya yang lama menjadi lebih megah, indah, dan mewah. Secara otomatis, seseorang yang memiliki tempat tinggal mewah akan disebut sebagai orang kaya oleh masyarakat, hal ini menunjukkan terjadinya gerak sosial ke atas.
d.      Perubahan tingkah laku
Untuk mendapatkan status sosial yang tinggi, orang berusaha menaikkan status sosialnya dan mempraktekkan bentuk-bentuk tingkah laku kelas yang lebih tinggi yang diaspirasikan sebagai kelasnya. Bukan hanya tingkah laku, tetapi juga pakaian, ucapan, minat, dan sebagainya. Dia merasa dituntut untuk mengkaitkan diri dengan kelas yang diinginkannya.
Contoh: agar penampilannya meyakinkan dan dianggap sebagai orang dari golongan lapisan kelas atas, ia selalu mengenakan pakaian yang bagus-bagus. Jika bertemu dengan kelompoknya, dia berbicara dengan menyelipkan istilah-istilah asing.
e.       Perubahan nama
Dalam suatu masyarakat, sebuah nama diidentifikasikan pada posisi sosial tertentu. Gerak ke atas dapat dilaksanakan dengan mengubah nama yang menunjukkan posisi sosial yang lebih tinggi.
Contoh: Di kalangan masyarakat feodal Jawa, seseorang yang memiliki status sebagai orang kebanyakan mendapat sebutan "kang" di depan nama aslinya. Setelah diangkat sebagai pengawas pamong praja sebutan dan namanya berubah sesau dengan kedudukannya yang baru seperti "Raden"
f.       Bergabung (berafiliasi) dengan asosiasi tertentu
Seseorang dapat meningkatkan statusnya dengan melibatkan diri pada salah satu organisasi tertentu.
Contoh: orang-orang yang tidak berpendidikan dapat menjadi anggota ormas tertentu. Setelah bergabung dengan ormas, ia menyadari potensi dalam dirinya. Akhirnya, dia diangkat menjadi ketua di organisasi itu dan menjadi popular di masyarakat. Dengan demikian, status sosialnya telah berubah.

2.      Saluran mobilitas sosial
Dalam gerak sosial, terutama gerak social ke atas, menurut Pitrim A. Sorokin (1960), terdapat saluran-saluran tertentu di dalam masyarakat. Proses gerak sosial vertikal melalui saluran-saluran tersebut disebut social circulation (sirkulasi social). Saluran-saluran tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Angkatan bersenjata
Angkatan bersenjata merupakan organisasi yang dapat digunakan untuk saluran mobilitas vertikal ke atas melalui tahapan yang disebut kenaikan pangkat. Misalnya, seorang prajurit yang berjasa pada negara karena menyelamatkan negara dari pemberontakan, ia akan mendapatkan penghargaan dari masyarakat. Dia mungkin dapat diberikanpangkat/kedudukan yang lebih tinggi, walaupun berasal dari golongan masyarakat rendah.
b.      Lembaga-lembaga keagamaan
Lembaga-lembaga keagamaan dapat mengangkat status sosial seseorang, misalnya yang berjasa dalam perkembangan Agama seperti ustadpendetabiksu dan lain lain.
c.       Lembaga pendidikan
Lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya merupakan saluran yang konkret dari mobilitas vertikal ke atas, bahkan dianggap sebagai social elevator (perangkat) yang bergerak dari kedudukan yang rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi.
Contoh: Seorang anak dari keluarga miskin mengenyam sekolah sampai jenjang yang tinggi. Setelah lulus ia memiliki pengetahuan dagangdan menggunakan pengetahuannya itu untuk berusaha, sehingga ia berhasil menjadi pedagang yang kaya, yang secara otomatis telah meningkatkan status sosialnya.
d.      Organisasi politik
Seperti angkatan bersenjata, organisasi politik memungkinkan anggotanya yang loyal dan berdedikasi tinggi untuk menempati jabatan yang lebih tinggi, sehingga status sosialnya meningkat.
e.       Organisasi ekonomi
Organisasi ekonomi (seperti perusahaan, koperasi, BUMN dan lain-lain) dapat meningkatkan tingkat pendapatan seseorang. Semakin besar prestasinya, maka semakin besar jabatannya. Karena jabatannya tinggi akibatnya pendapatannya bertambah. Karena pendapatannya bertambah akibatnya kekayaannya bertambah. Dan karena kekayaannya bertambah akibatnya status sosialnya di masyarakat meningkat.
f.       Organisasi keahlian
Organisasi keahlian merupakan wadah bagi mereka yang memiliki keahlian tertentu. Melalui organisasi keahlian, orang dapat menjadi terkenal dan menduduki lapisan atas di masyarakat lingkungannya.
g.      Pernikahan
Sebuah pernikahan dapat menaikkan status seseorang. Seorang yang menikah dengan orang yang memiliki status terpandang akan dihormati karena pengaruh pasangannya.

E.     Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antarentitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta system atau aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.
Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat bercocoktanam, dan masyarakat agrikultural intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional.
Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan struktur politiknya: berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat masyarakat band, suku, chiefdom, dan masyarakat negara.
Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama.
1.      Masyarakat desa
Warga pedesaan, suatu masyarakat mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian. Walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, dan bahkan tukang catut, inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian hanya pekerjaan sambilan saja karena bila tiba masa panen atau masa menanam padi, pekerjaan-pekerjaan sambilan tadi ditinggalkan. Namun demikian, tidaklah berarti setiap orang mempunyai tanah. Suatu contoh adalah 480 jiwa setiap kilometer persegi dan bahkan ada tempat-tempat di mana kepadatan penduduk mencapai 800 jiwa setiap satu kilometer persegi. Mengingat hal itu semuanya, di pulau Jawa dikenal adanya empat macam system pemilikan tanah, yaitu:
a.       Sistem milik umum atau milik komunal dengan pemakaian beralih-alih;
b.      Sistem milik komunal dengan pemakaian bergilir;
c.       Sistem komunal dengan pemakaian tetap;
d.      Sistem milik individu.
Di luar Jawa, misalnya di Sumatera, di samping pertanian penduduk pedesaan juga berkebun lada, karet, kelapa sawit, dan sebagainya. Pada umumnya penduduk pedesaan di Indonesia ini, apabila ditinjau dari segi kehidupan, sangat terikat dan sangat tergantung dari tanah (earth-bound). Karena sama-sama tergantung pada tanah, kepentingan pokok juga sama sehingga mereka juga akan bekerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingannya. Misalnya pada musim pembukaan tanah atau pada waktu menanam tiba, mereka akan bersama-sama mengerjakannya. Hal itu dilakukan karena biasanya satu keluarga saja tak akan cukup memiliki tenaga kerja untuk mengerjakan tanahnya. Sebagai akibat kerja sama tadi, timbullah lembaga kemasyarakatan yang dikenal dengan nama gotong-royong, yang bukan merupakan lembaga yang sengaja dibuat. Oleh sebab itu, pada masyarakat-masyarakat pedesaan tidak akan dijumpai pembagian kerja berdasarkan keahlian, tetapi biasanya pembagian kerja didasarkan pada usia, mengingat kemampuan fisik masing-masing dan juga atas dasar pembedaan kelamin.
Cara bertani sangat tradisional dan tidak efisien karena belum dikenalnya mekanisasi dalam pertanian. Biasanya mereka bertani semata-mata untuk mencukupi kehidupannya sendiri dan tidak untuk dijual. Cara bertani yang demikian lazim dinamakan subsistence farming. Mereka merasa puas apabila kebutuhan keluarga telah tecukupi.
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Kesukarannya adalah golongan orang-orang tua itu mempunyai pandangan yang didasarkan pada tradisi yang kuat sehingga sukar untuk mengadakan perubahan-perubahan yang nyata. Pengendalian sosial masyarakat terasa sangat kuat sehingga perkembangan jiwa individu sangat sukar untuk dilaksanakan. Itulah sebabnya mengapa sulit sekali mengubah jalan pikiran yang sosial ke arah jalan pikiran yang ekonomis, yang juga disebabkan karena kurangnya alat-alat komunikasi. Salah satu alat komunikasi yang berkembang adalah desas-desus, biasanya bersifat negatif. Sebagai akibat sistem komunikasi yang sederhana tadi, hubungan antara seseorang dengan orang lain dapat diatur dengan saksama. Rasa persatuan erat sekali, yang kemudian menimbulkan saling mengenal dan saling menolong yang akrab.
Apabila ditinjau dari sudut pemerintahan, hubungan antara penguasa dengan rakyat berlangsung secara tidak resmi. Segala sesuatu dijalankan atas dasar musyawarah. Di samping itu, karena tidak adanya pembagian kerja yang tegas, seorang penguasa sekaligus mempunyai beberapa kedudukan dan peranan yang sama sekali tidak dapat dipisah-pisahkan atau paling tidak sukar untuk dibeda-bedakan. Apalagi di desa yang terpencil, sukar sekali untuk memisahkan antara kedudukan dengan peranan seorang kepala desa sebagai orang tua yang nasihat-nasihatnya patut dijadikan pegangan, sebagai seorang pemimpin upacara adat dan lain sebagainya. Pendeknya segala sesuatu disentralisasikan pada diri kepala desa tersebut.

2.      Masyarakat kota
Masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat kota yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian “kota”, terletak pada sifat serta ciri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Antara warga masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya terhadap keperluan hidup. Di desa yang diutamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan utama kehidupan, hubungan-hubungan untuk memerhatikan fungsi pakaian, makanan, rumah, dan sebagainya. Hal ini berbeda dengan orang kota yang mempunyai pandangan berbeda. Orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, sehubungan dengan masyarakat sekitarnya. Kalau menghidangkan makanan misalnya, yang diutamakan adalah makanan yang dihidangkan tersebut memberikan kesan bahwa yang menghidangkannya mempunyai kedudukan social yang tinggi. Pada orang-orang desa, hal itu tidak dipedulikan. Mereka masak makanan sendiri tanpa mempedulikan apakah tamunya suka atau tidak. Bagi orang kota, makanan yang dihidangkan harus kelihatan mewah dan tempat menghidangkannya juga harus mewah dan terhormat. Di sini terlihat perbedaan penilaian, orang desa menilai makanan sebagai suatu alat untuk memenuhi kebutuhan biologis, sedangkan pada orang kota, makan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial.
Demikian pula soal pakaian bagi orang desa, bentuk dan warma pakaian tidak menjadi soal karena yang terpenting adalah fungsi pakaian yang dapat melindungi diri dari panas dan dingin. Bagi orang kota, nilai pakaian adalah alat kebutuhan social. Mahalnya bahan pakaian yang dipakai merupakan perwujudan dari kedudukan social si pemakai. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu sebagai berikut:
a.       Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan agama di desa. Ini disebabkan cara berpikir yang rasional, yang didasarkan pada perhitungan eksak yang berhubungan dengan realita masyarakat. Memang di kota-kota, orang juga beragama, tetapi pada umumnya pusat kegiatan hanya tampak di tempat-tempat ibadah seperti masjid, gereja, dan lain-lain. Di luar itu, kehidupan masyarakat berada dalam lingkungan ekonomi, perdagangan, dan sebagainya. Cara kehidupan demikian mempunyai kecenderungan ke arah keduniawian (secular trend), dibandingkan dengan kehidupan warga desa yang cenderung ke arah agama (religious trend).
b.      Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Hal yang penting di sini adalah manusia perseorangan atau individu. Di desa orang lebih mementingkan kelompok atau keluarga. Di kota, kehidpan keluarga sering sukar untuk disatukan karena perbedaan kepentingan, paham politik, agama, dan seterusnya. Di kota, para individu kurang berani untuk seorang diri menghadapi orang-orang lain dengan latar belakang pendidikan dan kepentingan yang berbeda, serta perbedaan lainnya. Jelas terlihat bahwa kebebasan yang diberikan kepada individu tak dapat memberikan kebebasan yang sebenarnya kepada yang bersangkutan.
c.       Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan punya batas-batas nyata. Di kota, terdapat orang-orang dengan aneka warna latar belakang sosial dan pendidikan yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang kehidupan khusus. Ini melahirkan suatu gejala bahwa warga kota tak mungkin hidup sendirian secara individualistis. Pasti akan dihadapinya persoalan-persoalan hidup yang berada di luar jangkauan kemampuan sendiri. Gejala demikian menimbulkan kelompok-kelompok kecil (small group) yang didasarkan pada pekerjaan, keahlian dan kedudukan sosial yang sama. Semuanya dalam batas-batas tertentu membentuk pembatasan-pembatasan di dalam pergaulan hidup. Misalnya seorang guru SLTA lebih banyak bergaul dari rekannya sesame guru pula, daripada dengan padagang kelontong. Seorang sarjana ekonomi akan lebih banya bergaul dengan rekannya dengan latar belakang pendidikan yang sama ketimbang dengan sarjana-sarjana ilmu sejarah. Bahkan dalam lingkungan yang lebih sempit, mahasiswa tingkat II akan lebih banyak mengadakan hubungan dengan rekan yang setingkat daripada dengan mahasiswa tingkat lain, walaupun mereka semua berasal dari satu fakultas yang sama.
d.      Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan, juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa karena sistem pembagian kerja yang tegas tersebut di atas.
e.       Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
f.       Jalan kehidupan yang cepat di kota mengakibatkan pentingnya faktor waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
g.      Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tua dengan golongan muda karena golongan muda yang belum sepenuhnya terwujud kepribadiannya, lebih senang mengikuti pola-pola baru dalam kehidupan.

F.      Karakteristik Mobilitas Sosial Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota
1.      Karakteristik Sosial Masyarakat Desa
a.       Mobilitas sosial bisa saja tidak dapat terjadi karena terdapat sistem kelas sosial yang tertutup, seperti penggunaan kasta.
b.      Mobilitas sosial berjalan lambat karena saluran mobilitas sosial terbatas.
c.       Pada masyarakat pedesaan terdapat lebih banyak faktor-faktor yang menghambat mobilitas sosial, misalnya saja masih terdapat pembedaan jenis kelamin (gender).
d.      Mobilitas sosial pada masyarakat desa lebih sulit terjadi karena masyarakat desa cenderung tidak mau menerima sesuatu yang baru, sehingga pengetahuan masyarakat cenderung tidak berkembang.
e.       Pada masyarakat desa, yang terpenting bagi mereka adalah melakukan segala sesuatu sesuai dengan adat atau tradisi. Mereka tidak ingin melakukan inovasi ataupun perubahan, sehingga hampir tidak ada mobilisasi.
f.       Dengan adanya sistem kasta pada masyarakat desa, maka tertutuplah peluang bagi masyarakat kelas rendah untuk melakukan mobilisasi dari saluran manapun.

2.      Karakteristik Sosial Masyarakat Kota
a.       Pada masyarakat kota tidak terdapat kelas sosial yang tertutup, sehingga setiap orang dapat dengan bebas melakukan mobilitas sosial.
b.      Saluran mobilitas sosial di kota sangat banyak, sehingga memungkinkan setiap penduduknya selalu melakukan mobilitas sosial dari berbagai saluran.
c.       Mobilitas sosial pada masyarakat kota berlangsung sangat cepat, hal ini disebabkan karena banyaknya saluran yang tersedia serta keinginan dari masing-masing individu yang ingin maju.
d.      Faktor penghambat mobilitas sosial yang ditemui pada masyarakat kota lebih sedikit jika dibandingkan dengan faktor pendorong mobilitas sosial.
e.       Penduduk kota selalu bersifat terbuka terhadap sesuatu hal yang baru, sehingga penduduk kota memiliki kesempatan yang lebih besar dalam melakukan mobilitas sosial.
f.       Masyarakat kota selalu bahkan senang melakukan inovasi, sehingga selalu terjadi mobilisasi pada masyarakat kota.
g.      Dengan tidak adanya sistem kasta pada masyarakat kota, maka tidak tertutup segala kemungkinan untuk melakukan mobilisasi.

2 komentar: