A.
UJIAN NASIONAL
Ujian
Nasional (UN) merupakan penilaian kompetensi peserta didik secara
nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Berbagai polemik yang
berkepanjangan mengenai Ujian Nasional di Indonesia tampak baik bagi demokrasi
di negeri ini. Tapi satu hal yang jangan terlupa bahwa siswa peserta UN jangan
sampai dibuat ragu atau takut tentang kepastian Ujian Nasional sebagai sarana
untuk mengukur kemampuan mereka di bangku sekolahnya
B.
KASUS PERJOKIAN UJIAN NASIONAL
Para pelaku joki ujian
nasional (Unas) yang tertangkap di Bojonegoro sudah diamankan dan
saat ini telah diproses di kepolisian. Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas)
M Nuh menyatakan, pihak SMPN I Kecamatan Kedewan, Bojonegoro, Jatim, harus
bertanggung jawab atas ulah yang mencoreng pelaksanaan Unas 2011 ini.
“Ini joki yang ditangkap masuk di
kelas. Itu yang paling bertanggung jawab adalah si sekolahnya. Oleh karena itu
sekarang sedang diproses oleh kepolisian,” terang Nuh saat ditemui usai acara
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Hotel Bidakara,
Jakarta, Kamis (28/4).
Mantan Menkominfo ini menegaskan,
kasus tertangkapnya joki ini bukanlah kasus kebocoran soal Unas. Melainkan, ada
oknum yang menggantikan posisi peserta Unas yang berada di dalam ruang ujian.
“Nah, ketahuan lah itu kalau ternyata orang itu bukan siswa peserta Unas yang
sekolah di situ,” paparnya.
Menurutnya, yang terpenting saat ini
adalah mekanisme penanganan pada kasus pelanggarannya.
Lantas bagaimana dengan para pelanggar
Unas di tahun lalu? Nuh mengatakan, para pelanggar Unas tahun lalu sudah
ditindak . Dia memberi contoh kasus pelanggaran Unas tahun lalu di Medan.
“Dimana ada beberapa sekolah yang ketahuan membocorkan soal dan kemudian
dilakukan ujian ulang. Sementara Kepsek , Kepala dinas pendidikan yang terkait
juga sudah ditindak,” jelasnya.
Seperti diberitakan, enam joki ujian
nasional (UN) telah ditangkap di SMPN I Kecamatan Kedewan, Bojonegoro, Jatim.
Keenam joki dalam Unas itu yakni Darto (20), Hono (17), Habib (16), Mustofa
(20) dan Edy (16), semuanya warga Desa Mleboh, Kecamatan Jiken, Blora, Jateng.
Satu joki lagi, Hadi (19), warga Desa Beji, Kecamatan Kedewan.
Berdasarkan pengakuan Kepala Sekolah
SMP PGRI Kecamatan Kedewan, Drs Moelyono, inisiatif mencari joki tersebut
karena mendapatkan pesanan enam siswa tersebut yang tidak bisa mengikuti UN
karena bekerja.
Keenamnya mendapat imbalan Rp 50
ribu/hari dan Fajri mendapatkan imbalan Rp 10 ribu/joki. Dalam kasus ini,
keenam joki, pencari joki, juga kepala sekolah, dijerat dengan pasal 263 ayat I
KUHP tentang pemalsuan yang ancaman hukumannya enam tahun penjara.
C.
KECURANGAN UJIAN NASIONAL 2011
Seperti tahun-tahun sebelumnya, bulan
Maret dan April adalah hari-hari yang sangat menyibukkan, mendebarkan bahkan
menakutkan bagi setiap siswa (anak didik) di penjuru tanah air.
Kenapa tidak, pada bulan-bulan itu
masa depan mereka ditentukan. Anak didik baik jenjang SD, SMP, dan SMA akan
menghadapi Ujian Sekolah (US), Ujian Nasional (UN), dan (bagi sebagian) akan
menghadapi ujian masuk perguruan tinggi. Khusus UN kendati mendapat penolakan
baik dari anak didik, orangtua dan para pengamat pendidikan tetap diberlakukan
walau formula dan mekanisme pelaksanaannya berubah dari tahun ke tahun.
Selama ini, UN pun dinilai sebagai
momok paling menakutkan. Berbagai alasan menjadi dasar yang dijadikan sebagai
batu pijakannya. Pertama, nilai UN telah dijadikan sebagai satu-satunya penentu
kelulusan. Dengan kata lain, berhasil atau tidaknya proses belajar seorang anak
didik hanya ditentukan dalam masa 3 hari pelaksanaan UN tanpa mempertimbangkan
aspek moral dan prestasi belajar anak didik selama mengikuti proses belajar
mengajar (PBM) di sekolah. Hal ini juga telah mendegradasi otoritas guru
sebagai pendidik sekaligus pihak yang mengetahui dan mengerti keadaan siswa
yang dididiknya.
Kedua, UN dilaksanakan di saat
kualitas pendidikan di tanah air belum merata. Hal ini tentu dipengaruhi oleh
kesenjangan sarana dan prasarana pendidikan antardaerah. Anehnya, pemerintah
(dalam hal ini Mendiknas) justru membuat standar penilaian yang sama di semua
daerah tersebut. Ketiga, kecurangan-kecurangan di setiap pelaksanaan UN telah
menjadi rahasia umum yang tak mampu diselesaikan dari tahun ke tahun. Hal ini
terjdi karena belum adanya sinergi yang baik antara Kemendiknas sebagai
pelaksana dengan panitia ujian serta tim pemantau independen sebagai pengawas
pelaksanaan UN. Dengan berbagai praktik kecurangan yang sering terjadi seperti
kebocoran soal, perjokian, dan pembagian kunci jawaban, lalu masih pantaskah UN
dijadikan sebagai satu-satunya dasar penentu kelulusan anak didik?
Win-win
Solution
Sebagai jawaban atas berbagai protes
dan penolakan UN, akhirnya pemerintah men cari jalan keluar dengan cara
mengubah formulasi kelulusan siswa. Dengan keluarnya Peraturan Mendiknas Nomor
45 Tahun 2010 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik pada SMP, SMA dan yang
Sederajat menetapkan nilai akhir yang menentukan kelulusan siswa dihitung dari
60 persen nilai UN ditambah dengan 40 persen nilai sekolah.
Ada unsur baru dalam formula tersebut,
dimana nilai sekolah yang dihitung dengan berdasarkan pada kombinasi antara
nilai rata-rata rapor semester dan ujian sekolah. Sehingga jika dirumuskan,
maka formulasi kelulusan Ujian nasional pada 2011 adalah: NA (Nilai Akhir) =
0,60 UN (Ujian Nasional) + 0,40 NS (Nilai Sekolah). Sedangkan rumusan untuk
mendapatkan NS (Nilai Sekolah) adalah: 0,60 US (Ujian Sekolah) + 0,40 RP (nilai
rata-rata semester 3, 4 dan 5 untuk tingkat SMA/SMK/Sederajat atau nilai
rata-rata semester 1, 2, 3, 4 dan 5 untuk tingkat SMP/Sederajat.
Formula baru ini dianggap sebagai
jalan keluar dan win-win solution serta lebih manusiawi karena tidak
semata-mata menjadikan UN sebagai standar kelulusan. Artinya, dengan
diadopsinya Nilai Sekolah (NS) sebagai penentu kelulusan, peran sekolah (dalam
hal ini Guru Didik) sebagai pihak yang paling mengetahui dan mengerti kondisi
anak didiknya selama proses belajar-mengajar sudah terakomodasi.
Ada dua hal yang menjadi alasan yakni
pertama, hal ini berkaitan dengan tingkat kesulitan soal Ujian Sekolah yang
akan diujikan dan cara penilaian guru atas hasil Ujian Sekolah anak didik yang
bersangkutan. Kedua, nilai rapor yang didapatkan anak didik setiap semester
sebelumnya yang juga sudah dijadikan sebagai penentu kelulusan tentu telah
didasarkan pada penilaian objektif terhadap prestasi akademik anak didik. Jadi
usaha dan capaian anak didik selama ini tidak dianggap sia-sia. Begitu juga
dengan penilaian tentang aspek moral yang tentu masuk di dalam penentuan nilai
rapor anak didik. Jadi, penilaian terhadap lulus atau tidak seorang anak didik
telah didasarkan secara komprehensif pada keseluruhan aspek yang dimiliki anak
didik tersebut.
Namun, formula baru kriteria penilaian
dan penentu kelulusan ini bukannya tanpa kelemahan. Dengan memberikan otoritas
pada sekolah untuk menentukan 40 persen kelulusan anak didik akan berpotensi
dalam terjadinya kecurangan-kecurangan gaya baru di dunia pendidikan kita.
Kecurangan-kecurangan yang mungkin terjadi misalnya, pertama, adanya upaya
untuk memperbaiki atau mengangkat nilai rapor untuk mendongkrak nilai akhir
jika nilai UN anak didik jeblok. Potensi kecurangan ini bisa saja dilakukan
pihak sekolah demi memperbaiki persentase tingkat kelulusan anak didik di
sekolahnya yang telah menjadi salah satu ukuran berkualitas atau tidaknya
sekolah yang bersangkutan. Potensi kecurangan seperti ini sesungguhnya telah
lama terjadi dengan tujuan yang lain. Misalnya ketika akan mencalonkan anak
didik untuk Jalur Panduan Minat dan Prestasi (PMP) atau dalam ungkapan lain
disebut dengan Jalur Bebas Testing yang disediakan oleh berbagai PTN dimana
kriteria utamanya adalah nilai rapor anak didik yang dicalonkan.
Kedua, kecurangan-kecurangan dalam
pelaksanaan Ujian Sekolah (US) akan lebih mudah terjadi dibandingkan dengan
pelaksanaan UN seperti kebocoran soal dan kunci jawaban. Kecurangan-kecurangan
tersebut bahkan berpotensi besar terkait kualitas pelaksanaan terutama tingkat
pengawasan yang cenderung lebih rendah dari UN. Dengan kata lain, formula yang
seperti ini akan membuka ladang kolusi baru bagi pihak terkait (guru, anak didik,
dan orangtua).
D.
SANKSI TERHADAP KECURANGAN UN
Kementerian Pendidikan Nasional
(Kemendiknas) tidak bosan-bosan mengajak siswa, guru, dan pejabat terkait untuk
jujur dalam pelaksanaan ujian nasional (UN). Meskipun kecurangan sulit
dideteksi, Kemendiknas tetap yakin ancaman sanksi bisa membuat semua yang
terkait lebih jujur. Ancaman sanksi tahun ini adalah nilai siswa yang curang
akan dihapus.
Ancaman
tersebut disampaikan langsung Mendiknas Mohammad Nuh. Dia menjelaskan, tahun
ini pihaknya memiliki sistem baru untuk mendeteksi kecurangan pengerjaan UN.
Setiap lembar jawaban siswa memiliki kode rahasia. Kode tersebut hanya
diketahui Kemendiknas, percetakan, dan pengawas.
Dengan kode rahasia tersebut,
pelaksana UN bisa mengetahui langsung siswa yang melakukan kecurangan. ’’Semua
harus mengikuti tema UN tahun ini; prestasi yes, jujur harus,’’ tandas mantan
Menkominfo itu.
Selain mewanti-wanti siswa supaya
mengerjakan soal dengan jujur, Kemendiknas masih mencium potensi pihak sekolah
yang mendongkrak nilai UN siswanya. Tujuannya satu, mencapai angka kelulusan
100 persen.
Untuk kasus itu, Nuh mengatakan bahwa
pihak sekolah yang curang akan mendapatkan sanksi administratif. Yaitu,
Kemendiknas tidak menerima nilai ujian sekolah. Sebagimana diketahui, ketentuan
kelulusan diambil dari dua aspek. Pertama, dari nilai ujian nasional sebesar 60
persen dan yang kedua dari nilai ujian sekolah sebesar 40 persen. ’’Jika
sekolah nakal, persentase ujian sekolah kami hapus. Jadi murni kelulusan dari
nilai UN saja,’’ tegas mantan rektor ITS tersebut. Jika nilai ujian sekolah
yang diambil berdasar rapor dihapus, otomatis siswa berharap penuh kepada hasil
UN.
Kepada wali murid yang anaknya
menjalani UN, Nuh mengingatkan agar tidak terpengaruh isu jual beli bocoran
naskah soal. Dia mengatakan, selama ini banyak sekali modus yang digunakan
penipu untuk mencari duit menjelang detik-detik akhir pelaksanaan UN. Nuh
mencontohkan, ada penipu yang mengatakan bahwa lembar soal yang dijualnya 50
persen persis dengan naskah UN. Harga yang dipatok bisa sampai Rp1 juta.
Ada juga yang memasang iming-iming
bahwa akurasi naskah soal yang mereka jual itu adalah 75 persen bahkan 100
persen. ’’Semua itu bohong. Kalau dipercaya, risikonya besar,’’ sebut Nuh.
Risiko
muncul karena siswa bisa jadi ogah belajar karena merasa sudah memegang
duplikat lembar soal UN. Padahal, lembar duplikat tersebut bohongan.
Pintu kebocoran naskah soal UN yang
lain diduga muncul dari lembaga bimbingan belajar. Untuk menarik peminat,
biasanya lembaga bimbingan belajar melobi percetakan untuk mendapatkan lembar
soal UN. Untuk kasus itu, Nuh menegaskan bahwa tahun ini hal itu tidak akan
terjadi. Nuh mengatakan, pihaknya mulai memberikan penyuluhan kepada lembaga
bimbingan belajar untuk memperkaya kisi-kisi latihan UN. ’’Kalau kisi-kisi, itu
kan tidak masalah,’’ kata dia. Misalnya untuk pelajaran matematika, kisi-kisi
soalnya tentang persamaan kuadrat atau lainnya.
Sebagaimana diberitakan, UN 2011 untuk
tingkat SMA dan sederajat digelar Senin depan 18 April. Pekan ini tahap
percetakan naskah UN sudah rampung. Dari beberapa inspeksi mendadak (sidak),
Kemendiknas yakin kebocoran sudah bisa diatasi. Pencetakan naskah UN yang
menelan anggaran Rp500 miliar dianggap sudah sesuai SOP (standard operational
program). Selanjutnya tinggal proses distribusi.
E.
MENDONGKRAK NILAI SALAH SATU TINDAK
KECURANGAN
Kelulusan siswa SMA/SMK sederajat
mulai tahun ini merupakan gabungan dari nilai ujian nasional dan ujian sekolah
dengan perbandingan bobot 60:40. Jika ada tindakan curang dengan mendongkrak
nilai ujian sekolah, maka sekolah yang melakukan hal tersebut akan dikenai
sanksi.
Jika ada soal yang bocor, hal itu mudah ditelusuri karena ada kode khusus.
– Mohammad Nuh
Jika ada soal yang bocor, hal itu mudah ditelusuri karena ada kode khusus.
– Mohammad Nuh
“Nilai ujian sekolah bisa dihapus
(nol) dan sekolah yang bersangkutan masuk daftar hitam,” kata Menteri
Pendidikan Nasional Mohammad Nuh seusai melakukan inspeksi mendadak ke
Percetakan Balai Pustaka, Sabtu (9/4/2011) di Pulo Gadung, Jakarta.
Selain
melihat hasil ujian nasional (UN), kelulusan siswa mulai tahun ini juga
diberikan dengan memerhatikan nilai ujian sekolah serta nilai rata-rata rapor
semester III, IV, dan V.
Titik
rawan
Nuh mengatakan, percetakan merupakan
salah satu titik rawan kebocoran soal UN. Untuk mengantisipasi kemungkinan hal
itu, pada setiap soal telah dibubuhkan kode khusus yang hanya diketahui
orang-orang tertentu dari Kementerian Pendidikan Nasional, pengawas, dan
percetakan.
“Jika ada soal yang bocor, maka hal
itu mudah ditelusuri karena ada kode khusus. Bisa diketahui pula soal yang
‘bocor’ itu soal asli atau bukan. Yang penting masyarakat jangan terjebak
spekulasi bahwa ada soal bocor,” kata Nuh.
Selain antisipasi kebocoran soal, juga
dilakukan antisipasi terhadap kecurangan melalui lima tipe soal dengan tingkat
kesulitan sama. Dari 20 siswa dalam satu ruang kelas, hanya akan ada empat
siswa yang mengerjakan soal yang sama.
“Ini untuk meningkatkan kredibilitas
UN semata. Teknis pengaturan soal random,” kata Nuh.
F.
SOLUSI
Peningkatan kualitas pendidikan
sejalan dengan peningkatan mutu anak didik yang menjadi sumber daya dalam
memajukan bangsa ini ke depan. Peningkatan kualitas tentu harus dilaksanakan
dengan prinsip-prinsip kejujuran, profesionalitas serta meminimalisir
potensi-potensi kecurangan terutama dalam penentuan nilai akhir dan kelulusan
anak didik. Rata-rata Nilai Akhir (NA) minimum 5, 5 dan tidak ada nilai mata
pelajaran di bawah 4, 0 sebagai syarat kelulusan sepertinya bukan sesuatu
kriteria yang berlebihan.
Oleh karena itu, sedapat mungkin harus
diminimalisir berbagai kecurangan dengan cara sebagai berikut: pertama,
pelaksanaan pengawasan Ujian Sekolah di suatu sekolah lebih ditingkatkan
termasuk dengan cara mendatangkan pengawas dari luar atau sekolah lain untuk
menjamin objektivitas pelaksanaan ujian. Hal ini bisa juga dilaksankan dengan
pemberlakuan tim pemantau independen yang sayangnya justru akan ditiadakan
dalam pelaksanaan UN 2011.
Kedua, membuat standarisasi soal Ujian
Sekolah agar tidak dibuat semena-mena oleh pihak sekolah. Ketiga, melakukan
pemantauan, pengawasan administrasi nilai rapor untuk mencegah pengangkatan
nilai rapor anak didik.
Terima kasih buat Ujian Nasional yang cukup lengkap ini. Salam kenal dari admin INFO SEKOLAH DAN PENDIDIKAN buat semua pengunjung laman ini.
BalasHapusReportase Guru Berbagi kabar tentang Dunia Guru, lowongan kerja, tunjangan, pendidikan, Info sekolah, Honorer, Beasiswa serta masih banyak lagi informasi terkini seperti:
Cara Cek Status Inpassing Guru
Panduan Juknis Penulisan Ijazah Lengkap
Faktor Penyebab Gagal Seleksi Tes CPNS
Video Panduan Upload Data Siswa
Cara Kemendikbud Atasi Bencana Kabut Asap
Himbauan Kemendikbud Jelang Pelaksanaan UKG Online
Kemenag Dituduh Asal-asalan Urus Pendidikan Islam Madrasah
Sekolah Pecontohan Pelaksanaan UN CBT
Info Tumbuh Kembang Anak